BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam
menyelenggarakan kegiatan berbagai usaha, salah satu tantangan yang dihadapi
perusahaan adalah bagaimana untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
ekonomisasi perusahaan. Tantangan ini selalu ada karena manajemen perusahaan
memerlukan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan, tetapi manajemen harus
menghadapi situasi kelangkaan sumber daya. Oleh karena itu, perusahaan harus
membuat perencanaan yang tepat dalam
mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dalam mendukung operasional yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan yang dibuat
mencakup batas-batas operasional yang akan dilakukan, baik luasnya cakupan operasi (volume
produksi, promosi, pelayanan pelanggan, dan sebagainya), maupun konsumsi sumber
daya (perolehan kapasitas produksi, pembayaran kepada pemasok dan karyawan,
serta penyelesaian kewajiban jangka pendek lainnya).
Perencanaan
yang disusun secara tepat dapat memberikan arahan berjalannya operasi yang
efisien dan efektif mampu mencapai tujuan perusahaan. Hal ini yang mendorong
perlu adanya audit manajemen untuk mendukung jalannya suatu usaha. Audit
manajemen adalah pengevaluasian terhadap efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan berupa suatu rancangan sistematis
untuk mengaudit aktivitas, program yang digunakan keseluruhan atau sebagian
dari entitas untuk menilai dan melaporkan apakah sumber daya dan dana telah
digunakan secara efisien dan apakah tujuan dari program dan aktivitas yang
telah direncanakan telah dicapai dan tidak melanggar ketentuan dan kebijakan
yang ditetapkan perusahaan. Audit manajemen digunakan untuk memastikan seberapa
baik manajemen, baik dalam hubungan eksternalnya dengan pihak luar maupun
efisiensi internalnya. Pemeriksaan dilakukan terhadap smoothness organisasi,
mulai dari level teratas sampai level terbawah. Dengan demikian, hampir setiap
aspek manajemen diperiksa, dan rekomendasi yang ditawarkan diharapkan bisa
meningkatkan efisiensi dan profitabilitas Salah satu yang mendukung audit
manajemen adalah konsep dasar, untuk itu penyusun membahas tentang konsep dasar
audit manajemen.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1. bagaimana tanggung jawab auditor?
2. bagaimana menetapkan tujuan pengauditan?
3. bagaimana asersi manajemen?
4. bagaimana audit terkait transaksi?
5. bagaimana memenuhi tujuan-tujuan audit?
1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan di atas penulis berharap para pembaca dapat:
1. Memahami bagaimama tanggung jawab seorang
auditor
2. Mengerti dan memahami tujuan audit untuk
perusahaan maupun instansi
3. mengetahui dan menambah ilmu pengetahuan
tentang auditing
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 TUJUAN PENGAUDITAN LAPORAN KEUANGAN
PSA
02 (SA 110) Menyatakan : Tujuan
pengauditan umum atas laporan keuangan oleh auditor independen merupakan
pemberian opini atas kewajaran di mana laporan tersebut telah disajikan secara
wajar, dalam segala hal yang material , posisi keuangan, hasil usaha dan arus
kas, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.2 TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN
Tanggung
jawab manajemen atas kewajaran dalam representasi (asersi) pada laporan
keuangan memberikan kebebasan bagi manajemen untuk menentukan penyajian dan
pengungkapan apa saja yang dianggap penting. Jika manajemen berkeras terhadap
pengungkapan laporan keuangan yang dianggap oleh auditor tidak dapat diterima,
maka auditor dapat menerbitkan opini tidak wajar (adverse) atau opini wajar
dengan pengecualian (qualified) atau menarik diri dengan kontak kerja.
Peraturan
Bapepam-LK meningkatkan tanggung jawab manajemen terhadap laporan keuangan
dengan mengharuskan presiden direktur atau chief executive officer (CEO) dan
manajer keuangan ( chief financial officer – CFO) perusahaan publik untuk
mengesahkan laporan keuangan yang dilaporkan kepada Bapepam LK. Dalam
menandatangani pernyataan tersebut, manajemen mengesahkan bahwa laporan
keuangan sepenuhnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia, bahwa semua informasi yang diungkapkan dalam laporan
keuangan adalah lengkap dan benar, dan bahwa manajemen sepenuhnya bertanggung
jawab atas pengendalian internal.
2.3 TANGGUNG JAWAB AUDITOR
Menurut
PSA 1 (SA 110) revisi, menyatakan bahwa :
“Auditor
memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk
memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan telah bebas dari
salah saji material, yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan. Karna
sifat dari bahan bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor harus mampu
mendapatkan keyakinan yang memadai, namun bukan absolute, bahwa salah saji
material telah dideteksi. Auditor tidak memiliki tanggung jawab
untukmerencanakan dan menjalankan audit untuk mendapatakan keyakinan yang
memadai bahwa kesalahan penyajian yang disebabkan oleh kesalahan maupun
kecurangan, yang tidak signifikan terhadap laporan keuangan telah terdeteksi”
Paragraf ini membahas
mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kesalahan penyajian yang
sifatnya material dalam laporan keuangan serta diskusi terkait dalam standar
mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi salah saji yang material
memasukkan beberapa istilah dan kalimat penting.
1. Salah Saji Material versus Tidak
Material. Kesalahan saji biasanya dianggap material jika
gabungan dari kesalahan-kesalahan yang belum dikoreksi dan kecurangan dalam
laporan keuangan akan mengubah atau memengaruhi keputusan orang-orang yang
menggunakan laporan keuangan tersebut. Akan menjadi sangat mahal (tidak
mungkin) jika auditor harus bertanggung jawab dalam menemukan semua kesalahan
maupun kecurangan yang sifatnya tidak material.
2. Keyakinan Memadai.
Standar audit mengindikasikan keyakinan yang memadai sebagai tingkat yang
tinggi, namun tidak absolut, bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji
material. Konsep “memadai namun bukan absolut” menandakan bahwa auditor
bukanlah penjamin kebenaran atas laporan keuangan.
Auditor bertanggung
jawab untuk mendapatkan tingkat keyakinan yang memadai, namun bukan absolut,
untuk beberapa alasan berikut :
1. Sebagian
besar bahan bukti audit berasal dari pengujian sample populasi, misalnya untuk
akun piutang dagang atau persediaan.
2. Penyajian
akuntansi berisi estimasi yang kompleks, di mana melibatkan ketidakpastian dan
dapat dipengaruhi oleh kejadian di masa mendatang. Akibatnya, auditor harus
mengandalkan bukti yang meyakinkan, namun tidak menjamin.
3. Sering
kali sangat sulit , atau bahkan tidak mungkin bagi auditor untuk mendeeksi
kesalahan saji dalam laporan keuangan, khususnya ketika terjadi kolusi di
antara manajemen
Argumen terbaik bagi
auditor ketika kesalahan penyajian yang material tidak dapat ditemukan adalah
dengan telah menjalankan audit sesuai dengan standar audit.
3.
Kesalahan versus Kecurangan.
PSA 70 (SA 316) membedakan dua jenis salah saji yaitu, kesalahan (errors) dan
kecurangan (fraud). Suatu kesalahan merupakan salah saji dalam pelaporan
keuangan yang tidak disengaja, sedangkan kecurangan merupakan salah saji dalam
saji yang disengaja.contoh kesalahan diantaranya lupa memperhitungkan harga
bahan baku lama dalam menentukan biaya persediaan dengan metode lebih rendah
antara biaya dan harga pasar.
Untuk kecurangan,
terdapat perbedaan antara penyalahgunaan aset, yang sering disebut juga sebagai
kecurangan karyawan, dan kecurangan dalam pelaporan keuangan, yang sering
disebut juga dengan kecurangan manajemen.
4.
Skeptisme
profesional. PSA 04 (SA 230) mengharuskan
pengauditan di desain untuk menghasilkan keyakinan yang memadai untuk
mendeteksi baik kesalahan-kesalahan yang material maupun kecurangan dalam
laporan keuangan.skeptisme profesional merupakan suatu perilaku pemikiran yang
secara kritis dan penilaian kritis atas bahan bukti audit.
5.
Tanggung
Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kesalahan Saji Material
Auditor
menekan beragam kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan dalam
perhitungan, kealpaan, kesalahpahaman dan kesalahan penerapan standar
akuntansi, serta kesalahan dalam pengelompokan dan penjelasan.
6.
Tanggung
Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Material
Standar
audit juga mengakui bahwa kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena
manajemen atau karyawan yang terlibat dalam kecurangan tersebut berusaha untuk
menutup-nutupi kecurangan tersebut. Namun demikian, kesulitan dalam mendeteksi
tidak mengubah tanggung jawab auditor untuk merencanakan dan menjalankan audit
dengan tepat untuk mendeteksi salah saji material, baik yang disebabkan oleh
kesalahan maupun kecurangan.
7.
Kecurangan
yang Diakibatkan Kecurangan dalam Pelaporan Keuangan dan Penyalahgunaan aset baik
kecurangan dalam pelaporan keuangan maupun penyalahgunaan aset berpotensi
membahayakan para pengguna laporan keuangan, namun ada perbedaan penting
diantara kedua kecurangan tersebut. Biasanya, namun tidak selalu, penggelapan
aset dilakukan oleh karyawan dan bukan manajemen, dan jumlah yang dicuri sering
kali tidak signifikan.
Terdapat perbedaan
penting antara penggelapan aset dan salah saji yang muncul dari penggelapan
aset tersebut. Pertimbangkan situasi berikut.
a. Aset
diambil dan penggelapan ini ditutupi dengan cara menyalahsajikan aset.
Misalnya, kas yang ditagih dari konsumen telah dicuri sebelum dicatat sebagai
penerimaan kas, dan akun piutang untuk konsumen tersebut tidak dikreditkan.
Sehingga salah saji ini tidak dapat dideteksi.
b. Aset
diambil dan penggelapan ini ditutupi dengan mengurangsajikan pendapatan atau
melebihsajikan beban. Misalnya, kas yang diterima dari penjualan tunai telah
dicuri dan transaksi tidak dicatat.
c. Aset
diambil, namun penyalahgunaan dapat dideteksi. Laporan laba rugi dan catatan
kaki yang terkait dengan jelas menggambakan adanya penyalahgunaan tersebut.
8.
Tanggung
Jawab Auditor untuk Membongkar Tindakan Ilegal
Tindakan
ilegal didefinisikan dalam PSA 31 (SA 317) sebagai pelanggaran terhadap hukum
atau peraturan pemerintah selain kecurangan. Dua contoh tindakan ilegal adalah
pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang ditetapkan pemerintah dan
pelanggaran hukum perlindungan lingkungan.
Tindakan
Ilegal Berdampak Langsung. Tanggung jawab auditor yaitu setiap
melakukan audit, auditor biasanya akan mengevaluasi apakah terdapat bahan bukti
yang tersedia yang mengindikasikan adanya pelanggaran yang signifikan terhadap
peraturan perpajakan pemerintah. Untuk melakukan evaluasi ini, audtor dapat
melakukan diskusi dengan personel klien dan memeriksa laporan yang diterbitkan
oleh kantor pajak setelah selesai memeriksa pajak penghasilan klien.
Tindakan
Ilegal Berdampak Tidak Langsung. Denda potensial yang
besarnya signifikan dan sanksi yang diberikan berdampak tidak langsung terhadap
laporan keuangan dengan menciptakan kebutuhan untuk mengungkapkan liabilitas
kontinjensi sejumlah denda yang mungkin harus dibayarkan. Contoh tindakan
ilegal ini diantaranya pelanggaran peraturan insider trading, hukum hak sipil,
dan peraturan keselamatan karyawan. Standar audit menyatakan bahwa auditor
tidak memberikan keyakinan bahwa tindakan-tindakan ilegal berdampak tidak
langsung dapat dideteksi.
Akumulasi
Bukti Ketika Tidak Ada Alasan untuk Meyakini Adanya Tindakan ilegal Berdampak
Tidak Langsung. Auditor juga harus menanyakan pada
manajemen mengenai kebijakan yang mereka terapkan untuk mencegah tindakan
ilegal dan apakah manajemen mengetahui adanya hukum dan peraturan yang mungkin
telah dilanggar perusahaan. Selain itu auditor tidak diharuskan untuk mencari
tindakan ilegal berdampak tidak langsung kecuali ada alasan yang memadai untuk
meyakini bahwa telah terjadi tindakan pelanggaran hukum.
Akumulasi
Bukti Ketika Ada Alasan Untuk Meyakini Adanya Tindakan Ilegal
Berdampak Langsung atau Tidak Langsung yang Mungkin Timbul. Ketika auditor
yakin bahwa suatu tindakan ilegal telah terjadi, beberapa tindakan diperlukan
untuk menentukan apakah tindakan ilegal yang dicurigai tersebut memang
benar-benar terjadi. Tindakan-tindakan itu sebagai berikut :
a. Auditor
pertama kali harus menanyakan pada manajemen yang tingkatnya lebih tinggi dari
pihak yang dicurigai terlibat dalam tindakan ilegal yang potensial.
b. Auditor
harus berkonsultasi dengan penasehat hukum klien atau ahli lainnya memiliki
pengetahuan mengenai potensial tindakan ilegal.
c. Auditor
harus mempertimbangkan untuk menambah akumulasi bahan bukti audit untuk
menentukan apakah benar-benar terjadi tindakan ilegal.
Tindakan
Ketika Auditor Mengetahui Adanya Tindakan Ilegal.
Tindakan pertama yang
dilakukan ketika tindakan ilegal teridentifikasi adalah mempertimbangkan
dampaknya terhadap laporan keuangan, termasuk kecukupan pengungkapannya. Dampak
dari tindakan ilegal ini mungkin sangat kompleks dan sulit untuk diselesaikan.
Auditor juga harus mempertimbangkan dampak dari tindakan ilegal tersebut
terhadap hubungan KAP dengan manajemen. Auditor juga harus mengkomunikasikan
dengan komite audit atau otoritas lainnya yang setara untuk meyakinkan bahwa
mereka mengetahui adanya tindakan ilegal tersebut. Komunikasi dapat dilakukan
secara lisan maupun tertulis. Jika dilakukan secara lisan, sifat komunikasi dan
diskusi yang dilakukan harus didokumentasikan dalam arsip pengauditan. Jika
klien menolak untuk menerima laporan audit yang dimodifikasi, atau tidak melakukan
tindakan yang segera untuk menangani tindakan tersebut, maka dirasa penting
bagi auditor untuk menarik diri dari kontrak kerja tersebut.
2.4.
MENETAPKAN TUJUAN PENGAUDITAN
Auditor menjalankan
pengauditan atas laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan siklus dalam
melakukan pengujian audit atas transaksi-transaksi yang memengaruhi saldo akhir
suatu akun serta melakukan pengujian audit atas saldo akun dan pengungkapan
terkait. Cara yang paling efektif dan efisien untuk melakukan pengauditan adalah
dengan mendapatkan beberapa kombinasi keyakinan untuk setiap kelompok transaksi
dan untuk saldo akhir akun-akun terkait.
Tujuan audit terkait
saldo artinya beberapa tujuan audit harus terpenuhi oleh masing-masing saldo
akun. Tujuan audit terkait transaksi artinya beberapa tujuan audit harus
terpenuhi sebelum auditor dapat menyimpulkan bahwa transaksi tersebut telah
dicatat dengan tepat. Tujuan audit terkait penyajian artinya terdapat tujuan
audit spesifik terkait penyajian dan pengungkapan akun piutang dagang dan wesel
bayar.
2.5 ASERSI MANAJEMEN
Asersi manajemen adalah
pernyatan yang tersirat atau tertulis oleh manajemen mengenai kelompok-kelompok
transaksi dan akun-akun terkait serta pengungkapan dalam laporan keuangan.
Asersi manajemen secara langsung terkait dengan standar akuntansi (PABU),
karena asersi ini merupakan bagian dari kriteria bahwa manajemen telah mencatat
dan mengungkapkan informasi akuntansi dalam laporan keuangan.
PSA 07 (SA 326)
mengelompokkan asersi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut :
a. Asersi
mengenai kelompok-kelompok transaksi dan kejadian-kejadian selama periode yang
diaudit
b. Asersi
mengenai saldo akun di akhir periode pembukuan
c. Asersi
mengenai penyajian dan pengungkapan.
1.
Asersi
Mengenai Kelompok-Kelompok Transaksi dan Kejadian-Kejadian
Manajemen membuat beberapa asersi
mengenai transaksi, yaitu :
1. Keterjadian (occurence). Asersi
atas keterjadian menekankan apakah transaksi yang telah tercatat dan telah
dilaporkan dalam laporan keuangan benar-benar telah terjadi selama periode
pembukuan.
2. Kelengkapan (completeness).
Asersi ini menekankan apakah semua transaksi yang seharusnya dimasukkan dalam
laporan keuangan sudah dicatat dengan lengkap. Asersi kelengkapan menekankan
pada kemungkinan hilangnya transaksi-transaksi yang seharusnya dicatat dalam
laporan keuangan. Pelanggaran terhadap asersi kelengkapan terkait dengan kurang
saji akun.
3. Akurasi (accuracy).
Asersi akurasi membahas apakah transaksi telah dicatat dengan jumlah yang
benar. Menggunakan harga yang salah untuk mencatat transaksi pembelian dan
kesalahan dalam perhitungan harga dikalikan dengan kuantitas merupakan contoh
pelanggara akurasi.
4. Klasifikasi (classification)
asersi klasifikasi menekankan apakah transaksi telah dicatat dengan nama akun
yang tepat.
5. Pisah Batas (cut off).
Asersi pisah batas membahas apakah transaksi telah dicatat pada periode
pembukuan yang tepat.
b. Asersi Mengenai Saldo Akun
1.
Keberadaan
(existence). Aseri keberadaan terkait dengan apakah
aset,liabilitas dan ekuitas yang dimasukkan dalam neraca memang benar-benar ada
di tanggal neraca tersebut.
2.
Kelengkapan
(completeness). Asersi kelengkapan terkait dengan
apakah semua akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan benar-benar
telah dimasukkan dalam laporan keuangan. Tidak mencatat piutang dari pelanggan
merupakan pelanggaran asersi kelengkapan.
3.
Penilaian
dan Alokasi ( valuation and allocation). Asersi penilaian dan
alokasi terkait dengan apakah aset, liabilita, dan ekuitas telah dimasukkan
dalam laporan keuangan dengan jumlah yang tepat, termasuk setiap penyesuaian
yang menggambarkan nilai aset pada nilai realisasi bersihnya.
4.
Hak
dan Kewajiban (Rights and obligations). Asersi ini menekankan
pada apakah aset merupakan hak entitas tersebut dan apakah liabilitas merupakan
kewajiban dari entitas tersebut pada suatu tanggal tertentu.
c. Asersi
Mengenai Penyajian dan Pengungkapan
1. Keterjadian
dan Hak dan Kewajiban (occurence and Rights and obligation). Asersi ini
membahas apakah kejadian-kejadian yang diungkapkan telah benar-benar terjadi
dan merupakan hak dan kewajiban dari entitas tersebut.
2. Kelengkapan
(completeness). Asersi ini terkait dengan apakah semua pengungkapan yang
diharuskan telah dimasukkan dalam laporan keuangan.
3. Akurasi
dan Penilaian (Accuracy and Valuation). Asersi akurasi dan penilaian dan
alokasi terkait dengan apakah informasi keuangan telah diungkapkan dengan wajar
dan dengan jumlah yang tepat.
4. Klasifikasi
dan Pemahaman (Classification and Understandability). Asersi ini terkait dengan
apakah jumlah-jumlah telah diklasifikasikan dengan tepat dalam laporan keuangan
dan catatan-catatan kaki, dan apakah penjelasan saldo dan pengungkapan terkait
dapat dipahami.Setiap kelompok transaksi, saldo akun, dan penyajian dan
pengungkapan yang penting. Asersi yang relevan memiliki pengaruh yang berarti
terhadap apakah akun-akun telah disajikan secara wajar dan digunakan untuk
menilai resiko salah saji material serta didesain dan kinerja prosedur audit.
2.6.
TUJUAN AUDIT TERKAIT TRANSAKSI
Tujuan Umum Audit Terkait Transaksi
Tujuan Umum Audit Terkait Transaksi
1. Keterjadian- Transaksi yang Dicatat
Benar-benar Ada. Tujuan ini terkait dengan apakah
transaksi yang dicatat telah benar-benar terjadi. Memasukkan penjualan dalam
jurnal penjualan ketika tidak ada transaksi yang terjadi merupakan pelanggaran
terhadap tujuan keberadaan.
2. Kelengkapan-Transaksi yang Ada
Telah Dicatat. Tujuan ini terkait dengan semua
transaksi yang harus dimasukkan dalam jurnal telah benar-benar dimasukkan.
Tujuan ini merupakan penyeimbang dari asersi manajemen mengenai kelengkapan
untuk kelompok-kelompok transaksi.
3. Akurasi-Transaksi yang Dicatat
Disajikan dalam Jumlah yang Benar. Tujuan terkait dengan
akurasi informasi atas transaksi-transaksi dan merupakan salah satu bagian dari
asersi manajemen untuk kelompok-kelompok transaksi. Untuk transaksi penjualan,
tujuan ini akan dilanggar jika kuantitas dari barang yang dikirimkan ternyata
berbeda dengan kuantitas barang yang ditagih dalam faktur penjualan.
4. Pemindahbukuan dan Pengikhtisaran-
Transaksi yang Dicatat Telah Dimasukkan dalam Arsip Utama dengan Tepat dan
Telah Diikhtisarkan dengan Benar. Tujuan ini terkait dengan akurasi pemindahan
informasi dari transaksi yang dicatat di jurnal ke buku besar utama dan buku
pembantu. Karena pemindahbukuan transaksi dari jurnal ke buku pembantu, buku
bear, dan arsip utama lainnya biasanya dilakukan secara otomatis oleh sistem
akuntansi terkomputerisasi, risiko acak atas kesalahan manusia dalam
pemindahbukuan menjadi sangat minimal.
5. Klasifikasi-Transaksi
yang Dimasukkan dalam Jurnal Klien Telah Diklasifikasikan dengan Tepat. Tujuan
ini terkait dengan apakah transaksi-transaksi telah dimasukkan ke dalam akun
yang tepat, dan merupakan penyeimbang dari asersi manajemen terhadap
klasifikasi untuk kelompok-kelompok transaksi.
6. Penetapan Waktu-Transaksi
Dicatat pada Tanggal yang Benar. Tujuan
penetapan waktu transaksi merupakan penyeimbang asersi pisah batas manajemen.
7.
Tujuan
Khusus Audit Terkait Transaksi
Setelah
tujuan audit terkait transaksi ditentukan, tujuan khusus audit terkait
transaksi untuk setiap kelompok transaksi yang penting dapat dikembangkan.
2.7 TUJUAN TERKAIT SALDO
Delapan tujuan umum
audit terkait saldo mengacu pada daftar yang disediakan klien atau data
elektronik. Berikut merupakan tujuan umum audit terkait saldo .
1. Keberadaan-Jumlah
yang Dicatat Memang Benar-Benar Ada. Tujuan ini terkait dengan apakah jumlah
yang dimasukkan dalam laporan keuangan memang semestinya dimasukkan ke dalam
laporan keuangan tersebut. Tujuan ini merupakan pelengkap dari asersi manajemen
terhadap keberadaan untuk saldo akun.
2. Kelengkapan-Jumlah
yang Ada Telah Dicatat. Tujuan ini terkait dengan apakah semua jumlah yang
semestinya dimasukkan, sudah benar-benar dimasukkan. Tujuan ini merupakan
pelengkap dari asersi manajemen terhadap kelengkapan untuk saldo akun.
3. Akurasi-Jumlah
yang Dimasukkan Dinyatakan dalam Jumlah yang Benar. Tujuan akurasi mengacu pada
jumlah yang dimasukkan pada perhitungan matematis yang benar. Akurasi adalah
salah satu bagian dari asersi penilaian dan alokasi untuk saldo akun.
4. Klasifikasi-Jumlah
yang Dimasukkan pada Daftar Milik Klien Telah Diklasifikasikan dengan Benar.
Klasifikasi melibatkan penentuan apakah yang dimasukkan pada daftar milik klien
dimasukkan dengan benar ke dalam akun buku besar. Klasifikasi juga bagian dari
asersi penilaian dan alokasi klasifikasi tujuan audit terkait saldo terkait era
dengan tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan, tapi berhubungan dengan
bagaimana saldo-saldo diklasifikasikan di dalam buku besar sehingga mereka bisa
disajikan dan diungkapkan dengan benar dalam laporan keuangan.
5. Pisah
Batas-Transaksi Mendekati Tanggal Neraca Dicatat dalam Periode yang Benar.
Untuk menguji pisah batas saldo akun, tujuan auditor adalah menentukan apakah
transaksi dicatat dan dimasukkan ke dalam saldo akun pada periode yang benar. Uji
pisah batas dapat dianggap sebagai bagian dari pengujian akun-akun neraca atau
transaksi terkait lainnya, namun untuk tujuan kemudahan, auditor biasanya
melakukan hal itu sebagai bagian dari pengauditan atas akun-akun neraca. Tujuan
penetapan waktu untuk transaksi terkait dengan waktu yang tepat dalam
pencatatan transaksi di sepanjang tahun, sedangkan tujuan pisah batas untuk
tujuan audit terkait saldo hanya berhubungan dengan transaksi-transaksi yang
mendekati akhir tahun.
6. Keterikatan
Perincian Saldo Akun Sesuai dengan Jumlah di Arsip Utama yang Tekait, Sesuai
dengan Jumlah Total Saldo Akun dan Sesuai dengan Jumlah Total di Buku Besar.
Tujuan keterikatan rincian menekankan bahwa rincian dalam daftar telah disusun
secara akurat, dijumlahkan dengan benar, dan sama dengan buku besar.
Keterikatan rincian adalah juga bagian dari asersi penilaian dan alokasi untuk
saldo akun.
7. Nilai
Terealisasi-Aset Dicatat pada Estimasi Jumlah yang Dapat Terealisasi. Tujuan
ini menekankan apakah saldo akun sudah dikurangi dengan penurunan biaya
historis ke nilai terealisasi bersih. Tujuan ini hanya diterapkan pada
akun-akun aset dan juga menjadi bagian dari asersi penilaian dan alokasi untuk
saldo akun.
8. Hak
dan Kewajiban. Selain eksistensi, kebanyakan aset harus dimiliki sebelum dapat
diterima untuk dimasukkan ke dalam laporan keuangan. Demikian pula, liabilitas
harus merupakan kewajiban entitas. Hak selalu dihubungkan dengan aset dan
kewajiban dengan liabilitas. Tujuan ini adalah pelengkap asersi manajemen
tentang hak dan kewajiban untuk saldo akun.
2.8
BAGAIMANA MEMENUHI TUJUAN-TUJUAN AUDIT
Merencanakan dan Merancang Sebuah
Pendekatan Audit (Fase I)
Memahami Pengendalian Internal dan Menilai Risiko Pengendalian. Risiko salah saji dalam laporan keuangan dapat dikurangi jika klien memiliki pengendalian internal yang efektif terhadap operasi komputer dan proses transaksi. Ketika auditor mengidentifikasi pengendalian internal dan mengevaluasi efektivitasnya, proses ini dinamakan penilaian resiko pengendalian. Jika pengendalian internal dinilai efektif, penilaian resiko pengendalian yang direncanakan dapat dikurangi dan jumlah bukti audit yang akan dikumpulkan dapat berkurang signifikan dibandingkan ketika pengendalian internal tidak memadai.
Memahami Pengendalian Internal dan Menilai Risiko Pengendalian. Risiko salah saji dalam laporan keuangan dapat dikurangi jika klien memiliki pengendalian internal yang efektif terhadap operasi komputer dan proses transaksi. Ketika auditor mengidentifikasi pengendalian internal dan mengevaluasi efektivitasnya, proses ini dinamakan penilaian resiko pengendalian. Jika pengendalian internal dinilai efektif, penilaian resiko pengendalian yang direncanakan dapat dikurangi dan jumlah bukti audit yang akan dikumpulkan dapat berkurang signifikan dibandingkan ketika pengendalian internal tidak memadai.
Menilai
Resiko Salah Saji Material. Auditor menggunakan pemahaman atas industri dan
strategi bisnis klien serta efektivitas atas pengendalian internal, untuk
menguji resiko salah saji dalam laporan keuangan. Pengujian ini akan berdampak
pada rencana audit serta jenis, waktu, dan keluasan prosedur audit.
Melaksanakan Pengujian Pengendalian
dan Pengujian Substantif Transaksi ( Fase II )
Pengendalian ini terkait langsung dengan tujuan audit akurasi terkait transaksi penjualan. Auditor sebaiknya menguji efektivitas pengendalian ini dengan menguji sampel dari salinan faktur penjualan untuk dari petugas yang pertama untuk menandai bahwa harga penjualan per unit itu sudah diverifikasi.
Pengendalian ini terkait langsung dengan tujuan audit akurasi terkait transaksi penjualan. Auditor sebaiknya menguji efektivitas pengendalian ini dengan menguji sampel dari salinan faktur penjualan untuk dari petugas yang pertama untuk menandai bahwa harga penjualan per unit itu sudah diverifikasi.
Auditor
juga harus mengevaluasi catatan-catatan transaksi klien dengan melakukan
verifikasi jumlah nominal transaksi, proses ini disebut tes subtantif terhadap
transaksi. Contohnya, auditor dapat membandingkan harga per unit yang ada pada
salinan faktur penjualan dengan daftar harga resmi sebagai bentuj pengujian
terhadap tujuan akurasi untuk transaksi penjualan. Demi mencapai efisiensi,
auditor sering kali melakukan pengujian atas pengendalian dan pengujian
substantif atas transaksi pada waktu yang sama.
Melakukan Prosedur
Analitis dan Pengujian atas Rincian Saldo (Fase III)
Prosedur
analitis menggunakan perbandingan dan keterkaitan untuk menilai apakah saldo
akun atau data lain disajikan secara wajar. Menguji rincian saldo merupakan
prosedur khusus yang dimaksudkan untuk menguji salah saji nilai nominal saldo
akun di laporan keuangan.
Pengujian
terinci atas saldo akhir merupakan hal-hal yang penting dilakukan dalam
pengauditan karena hampir semua bahan bukti didapatkan dari narasumber klien
yang independen sehingga bahan bukti ini dianggap memiliki kualitas yang
tinggi.
Menyelesaikan Audit dan Menerbitkan
Laporan Audit (Fase IV)
Setelah
auditor menyelesaikan seluruh prosedur untuk masing-masing tujuan audit dan
laporan keuangan serta pengungkapan yang terkait, sangat penting untuk
menggabungkan informasi yang didapatkan untuk mencapai kesimpulan menyeluruh
mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Proses penarikan
kesimpulan ini merupakan hal yang sangat subjektif karena sangat bergantung
pada penilaian profesional auditor.
BAB
III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Tanggung
jawab manajemen atas kewajaran dalam representasi (asersi) pada laporan
keuangan memberikan kebebasan bagi manajemen untuk menentukan penyajian dan
pengungkapan apa saja yang dianggap penting. Jika manajemen berkeras terhadap
pengungkapan laporan keuangan yang dianggap oleh auditor tidak dapat diterima,
maka auditor dapat menerbitkan opini tidak wajar (adverse) atau opini wajar
dengan pengecualian (qualified) atau menarik diri dengan kontak kerja
1. Salah
Saji Material versus Tidak Material
2. Keyakinan
Memadai
3. Kesalahan
versus Kecurangan. PSA 70 (SA 316)
4. Skeptisme
profesional.
5. Tanggung
Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kesalahan Saji Material
6. Tanggung
Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Material
7. Kecurangan
yang Diakibatkan Kecurangan dalam Pelaporan Keuangan dan Penyalahgunaan aset
Tanggung Jawab Auditor
untuk Membongkar Tindakan Ilegal
Tindakan
ilegal didefinisikan dalam PSA 31 (SA 317) sebagai pelanggaran terhadap hukum
atau peraturan pemerintah selain kecurangan. Dua contoh tindakan ilegal adalah
pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang ditetapkan pemerintah dan
pelanggaran hukum perlindungan lingkungan.
a. Tindakan
Ilegal Berdampak Langsung.
b. Tindakan
Ilegal Berdampak Tidak Langsung.
c. Akumulasi
Bukti Ketika Tidak Ada Alasan untuk Meyakini Adanya Tindakan ilegal Berdampak
Tidak Langsung.
d. Akumulasi
Bukti Ketika Ada Alasan Untuk Meyakini Adanya Tindakan Ilegal
e. Tindakan
Ketika Auditor Mengetahui Adanya Tindakan Ilegal.
Post a Comment
Post a Comment