Cakupan
paragraf dalam laporan auditor meliputi dua frase penting yang terkait langsung
dengan materialitas dan resiko. Kedua frase tersebut adalah :
1. Frase
Mendapatkan Tingkat Keyakinan yang Memadai
Frase ini dimaksudkan
untuk menginformasikan kepada para pengguna laporan bahwa auditor tidak
memberikan jaminan atau keyakinan absolut atas penyajian yang wajar dalam
laporan keuangan.
2. Frase
Bebas dari Salah Saji Material
Frase ini dimaksudkan
untuk menginformasikan kepada para pengguna laporan bahwa tanggung jawab
auditor terbata hanya pada informasi keuangan yang material. Materialitas
sangat penting karena tidak mungkin bagi auditor untuk memberikan keyakinan
atas jumlah yang signifikan.
MATERIALITAS
Materialitas
merupakan pertimbangan utama dalam menetukan laporan audit yang tepat untuk
diterbitkan. Sedangkan FASB mendefinisikan materialitas sebagai besarnya nilai
yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan
yang melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut,
karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.
Oleh
karena para auditor betanggung jawab untuk menetukan apakah terdapat salah saji
material dalam laporan keuangan, maka jika terdapat penemuan suatu salah saji
material, mereka harus membuatnya menjadi perhatian klien, sehingga dapat
dilakukan koreksi atas salah saji tersebut. Untuk menentukan hal tersebut,
auditor sangat bergantung kepada pengetahuan yang mendalam atas penerapan
materialitas.
Auditor
harus mengikuti lima langkah terkait dalam menerapkan materialitas. Kelima
langkah tersebut adalah :
1. Auditor
menetapkan penilaian awal mengenai materialitas,
2. Mengalokasikan
estimasi tersebut pada setiap bagian pengauditan,
3. Auditor
mengestimasikan jumlah salah saji di setiap bagian ketika mereka mengevaluasi
bukti audit,
4. Mengestimasikan
salah saji gabungan,
5. Membandingkan
estimasi salah saji gabungan dengan materialistis dalam penilaian awal atau
penilaian yang direvisi.
Dari
kelima langkah tersebut, dua langkah awal merupakan bagian dari perencanaan,
yang merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai materialitas. Sedangkan
tiga langkah selanjutnya merupakan evaluasi hasil pengujian audit.
MENETAPKAN
PERTIMBANGAN MATERIALITAS AWAL
PSA 25 (SA 312) mengharuskan auditor
untuk memutuskan jumlah gabungan salah saji dalam laporan keuangan yang akan
merekan anggap material di awal pengauditan bersamaan dengan ketika mereka
mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Hal tersebut dikenal dengan
istilah perkembangan materialitas awal. Dinamakan pertimbangan materialitas
awal, karena meskipun merupakan opini professional, penilaian tersebut bias
berubah selama kontrak kerja. Penilaian tersebut harus didokumentasikan dalam
arsip audit.
Pertimbangan materialitas awal
merupakan jumlah maksimal dimana auditor yakin dapat terjadi salah saji dalam
laporan keuangan, namun tidak memengaruhi keputusan-keputusan para pengguna
yang rasional. Penilaian ini merupakan salah satu keputusan yang paling penting
yang harus diambil oleh auditor dan sangat membutuhkan pemahaman dan
pertimbangan profesional yang tinggi. Auditor menetapkan pertimbangan
materialitas awal untuk membantunya merencanakan pengumpulan bukti-bukti audit
yang tepat. Makin kecil jumlah rupiah dalam penilaian awal, makin banyak bukti
audit yang harus dikumpulkan.
Selama melakukan audit, auditor
sering kali mengubah pertimbangan materialitas awal. Pengubahan pertimbangan
tersebut sering diistilahkan sebagai penilaian materialitas awal yang direvisi.
Auditor kemungkinan akan membuat revisi karena perubahan dalam salah satu
faktor yang digunakan dalam menetukan penilaian awal, karena auditor memutuskan
bahwa pertimbangan materialitas awal terlalu besar atau terlalu kecil.
Terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi auditor dalam melakukan pertimbangan
materialitas awal dalam laporan keuangan. Hal-hal yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam konsep materialitas adalah sebagai berikut :
1. Materialitas
merupakan konsep relatif, bukan absolut
Sebuah salah saji
dengan besaran tertentu dapat menjadi material bagi suatu perusahaan kecil,
sebaliknya dengan jumlah salah saji yang sama dapat menjadi tidak material bagi
perusahaan yang besar. Sehingga tidak mungkin untuk menentukan acuan nilai
nominal untuk pertimbangan materialitas awal yang dapat diterapkan untuk semua
klien audit.
2. Dibutuhkan
dasar untuk mengevaluasi materialitas
Karena materialitas merupakan
konsep yang relatif, sehingga sangat penting untuk memiliki dasar dalam
menetukan apakah suatu jumlah tertentu material atau tidak. Laba bersih sebelum
pajak biasanya dijadikan sebagai dasar dalam menetukan materialitas bagi bagi
perusahaan yang berorientasi laba karena dianggap sebagai unsure yang sangat
penting bagi para penggunanya. Beberapa perusahaan menggunakan dasar utama yang
berbeda, karena laba bersih sering kali naik atau turun secara signifikan dari
tahun ke tahun, sehingga tidak dapat memberikan dasar yang stabil, atau ketika
entitasnya adalah suatu perusahaan nirlaba. Sering kali dasar utama yang
digunakan adalah penjualan bersih, laba kotor, dan total aset atau aset bersih.
Setelah menetapkan dasar utama, auditor juga harus memutuskan apakah salah saji
tersebut secara signifikan berpengaruh pada kewajaran dasar lainnya seperti
aset lancar, total aset, liabilitas lancar, dan ekuitas pemilik. PSA 25 (SA
312) mengharuskan auditor untuk mendokumentasikan dasar yang digunakan dalam
melakukan pertimbangan materialitas awal ke dalam arsip audit.
Ternyata
terdapat faktor-faktor kualitatif yang memengaruhi materialitas. Beberapa salah
saji kemungkinan menjadi lebih penting dibandingkan salah saji lainnya bagi
para pengguna laporan, meskipun nilai nominalnya sama.
MENGALOKASIKAN
PERTIMBANGAN MATERIALITAS AWAL KE SETIAP BAGIAN (SALAH SAJI YANG DAPAT
DITERIMA)
Pengalokasian
pertimbangan materialitas awal ke setiap bagian merupakan hal yang penting
untuk dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti audit per bagian dibandingkan
dengan laporan keuangan secara keseluruhan. Jika para auditor memiliki
penilaian materialitas awal untuk setiap bagian, hal tersebut akan membantu
mereka dalam memutuskan bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan.
Sebagian besar praktisi
mengalokasikan materialitas pada akun-akun neraca daripada akun-akun laba rugi,
karena sebagian besar salah saji dalam laporan laba rugi memiliki pengaruh yang
sama pada neraca karena adanya sistem pencatatan berganda. Tidak tepat untuk
mengalokasikan pertimbangan awal pada laba rugi dan neraca sekaligus, karena
akan menyebabkan perhitungan ganda, yang akhirnya menyebabkan salah saji yang
dapat diterima yang lebih kecil daripada yang diharapkan. Hal ini memungkinkan
auditor untuk mengalokasikan materialitas pada akun-akun laba rugi atau neraca.
Karena dalam sebagian besar pengauditan akun-akun neraca lebih sedikit
dibandingkan akun-akun laba rugi, dan karena sebagian besar proseur audit
menekankan pada akun-akun neraca, maka materialitas seharusnya hanya
dialokasikan pada akun-akun neraca.
Ketika auditor mengalokasikan
pertimbangan materialitas awal pada saldo-saldo akun, materialitas yang
dialokasikan ke setiap saldo akun yang dimaksud dalam PSA 25 (SA 312) sebagai
salah saji yang dapat diterima. Auditor juga menghadapi tiga kesulitan utama dalam
mengalokasikan materialitas ke dalam akun-akun neraca. Ketiga kesulitan
tersebut antara lain :
1. Auditor
memperkirakan akun-akun tertentu memiliki salah saji yang lebih banyak
dibandingkan akun-akun lainnya.
2. Baik
salah saji maupun kurang saji harus dipertimbangkan.
3. Biaya
auit relatif memengaruhi alokasi tersebut.
Ketiga kesulitan diatas harus
dipertimbangkan dalam pengalokasiannya. Perlu diingat pula bahwa di akhir
pengauditan, auditor harus menggabungkan semua salah saji aktual dan salah saji
estimasi dan membandingkannya dengan penilaian materialitas awal. Dalam
mengalokasikan salah saji yang dapat diterima, auditor mencoba untuk melakukan
audit seefisien mungkin.
Perhatikan bahwa dalam pengalokasian
yang penting untuk diperhatikan oleh auditor adalah dampak gabungan pada laba
operasi dari salah saji di setiap akun neraca. Suatu lebih saji dalam akun aset
akan memiliki pengaruh yang sama dalam laporan laba rugi, sebagaimana kurang
saji dalam akun liabilitas. Sebaliknya, salah klasifikasi dalam neraca, misalnya
klasifikasi suatu wesel bayar sebagai utang dagang, tidak akan berpengaruh pada
laba operasi. Sehingga, materialitas dari unsur-unsur yang tidak memengaruhi
laporan laba rugi harus dipertimbangkan tersendiri.
Dalam praktiknya, sering kali sulit
untuk memperkirakan terlebih dahulu akun-akun apa yang paling mungkin mengalami
salah saji dan apakah salah saji tersebut kemungkinan adalah kurang saji atau
lebih saji. Demikian pula, biaya relatif atas pengauditan saldo-saldo akun yang
berbeda sering kali tidak dapat ditentukan. Sehingga, sulit untuk melakukan
penilaian profesional dalam mengalokasikan pertimbangan materialitas awal ke
dalam akun-akun. Oleh karena itu, banyak KAP yang menetapkan panduan umum dan
metode statistik yang canggih untuk melakukannya. Panduan tersebut juga
membantu dalam meyakinkan auditor untuk mendokumentasikan secara tepat dalam
arsip audit, sebagaimana diharuskan dalam PSA 25 (SA 312), jumlah salah saji
yang dapat diterima dan dasar yang digunakan untuk menentukan jumlah-jumlah tersebut.
Oleh karena itu, tujuan
pengalokasian pertimbangan materialitas awal pada akun-akun neraca adalah untuk
membantu auditor dalam menetukan bukti yang tepat yang harus dikumpulkan untuk
setiap akun neraca maupun laba rugi. Salah satu tujuan pengalokasian adalah
untuk meminimalkan biaya audit tanpa harus mengorbankan kualitas auditnya.
Tidak peduli bagaimana pengalokasian dilakukan, ketika audit telah selesai,
auditor harus yakin bahwa salah saji gabungan dalam semua akun lebih kecil atau
sama dengan penilaian awal (atau revisi) materialitas.
MEMPERKIRAKAN SALAH SAJI DAN
MEMBANDINGKAN DENGAN PENILAIAN AWAL
Saat
auditor melakukan prosedur audit, mereka menyimpan kertas kerja dari semua
salah saji yang ditemukan baik salah saji yang diketahui maupun salah saji yang
mungkin. Salah saji yang diketahui merupakan salah saji dimana seorang auditor
dapat dengan tepat mengetahui letak kesalahan saji dalam akun tersebut.
Sedangakan salah saji yang mungkin merupakan salah saji yang muncul ketika
terdapat perbedaan antara penilaian manajemen dengan auditor mengenai saldo
dari suatu akun, dan adanya proyeksi salah saji berdasarkan sampel yang diambil
oleh auditor dari suatu populasi
Risiko Audit dan Perencanaan
Sebagian
besar resiko yang dihadapi oleh auditor sulit untuk diukur tingkat kepastiannya
dan membutuhkan pertimbangan besar untuk menanganinya dengan tepat agar dapat
meraih kualitas audit yang tinggi. Terdapat beberapa tingkat resiko serta
ketidakpastian dalam menjalani fungsi pengauditan seperti yang telah dijabarkan
pada bab sebelumnya. Oleh karena itu auditor harus sangat memahami mengenai
lingkungan, latar belakang, serta jenis usaha klien atau perusahaan yang akan
ia audit dengan cara-cara yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya agar dapat
menila risiko salah saji material pada laporan keuangan klien.
Pada
umumnya, auditor menggunakan model risiko audit dalam menangani risiko
perencanaan bukti audit yang notabene model ini berdasarkan literatur
profesional PSA 26 mengenai pengujian sampe audit dan PSA 25 mengenai materialitas dan risiko.
Model
risiko audit membantu auditor untuk menentukan seberapa banyak jenis bukti yang
ada dan jenis bukti apa saja yang harus dikumpulkan pada saat setiap siklusnya.
Model ini biasanya dinyatakan seperti berikut :
PDR = (AAR) : (IrxCR)
PDR = Risiko
Deteksi yang direncanakan
AAR = Risiko Audit
yang dapat diterima
IR = risiko
bawaan
CR = Risiko
Pengendalian
JENIS JENIS RESIKO
a.
Risiko
Deteksi Yang Direncanakan (Planned Detection Risk)
Merupakan risiko dimana bukti audit untuk suatu bagian tidak mampu
mendeteksi salah saji yang dapat diterima.
b.
Risiko
Bawaan (Inherent Risk)
Mengukur penilaian auditor atas kemungkinan terdapatnya salah saji material
baik dalam bentuk kecurangan maupun kesalahan dalam sebuah bagian pengauditan
sebelum mempertimbangkan efektivitas pengendalian internal klien.
c.
Risiko
Pengendalian (Control Risk)
Mengukur penilaian auditor mengenai apakah salah saji yang ada melebihi
jumlah yang dapat diterima atau tidak pada suatu bagian pengauditan akan dapat
dicegah atau dideteksi dengan tepat waktu oleh pengendalian internal klien.
d.
Risiko
Audit yang Dapat Diterima (Acceptable Audit Risk)
Mengukur tingkat kesediaan auditor untuk menerima kemungkinan adanya salah
saji dalam laporan keuangan setelah audit telah selesai dijalankan dan opini
wajar tanpa pengecualian telah diterbitkan. Seringkali auditor menggunakan
istilah keyakinan audit atau tingkat keyakinan atau juga sering disebut sebagai
keyakinan keseluruhan dibandingkan istilah risiko audit yang dapat diterima.
Perbedaan Antara Risiko-risiko dalam Model Risiko Audit
Terdapat
beberapa perbedaan penting yang digunakan auditor dalam menilai faktor risiko
dalam model risiko audit. Bagi model risiko audit yang dapat diterima, auditor
memutuskan risiko yang dapat diterima oleh KAP bahwa terdapat salah saji dalam
laporan keuangan setelah audit diselesaikan berdasarkan beberapa faktor yang
terkait dengan klien.
Risiko
bawaan dan risiko pengendalian ditetapkan berdasarkan ekspektasi maupun
prediksi auditor terhadap kondisi yang dialami oleh klien. Sebuah
contoh dimana risiko pengendalianya tinggi adalah persediaan yang belum terjual
selama dua tahun
MENILAI
RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA
Dalam sebuah pengauditan, auditor
harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima. Auditor menetapkan risiko
kontrak kerja, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi audit yang dapat
diterima.
Dampak
Risiko Kontrak Kerja Terhadap Risiko Audit yang Dapat Diterima
Risiko
kontrak kerja adalah risiko dimana auditor/KAP akan menderita kerugian karena
hubungan klien, walaupun laporan audit yang disiapkan untuk klien sudah benar.
Contohnya adalah ketika klien mengumumkan perusahaannya bangkrut setelah
dilakukannya audit, kemungkinan adanya tuntutan hukum terhadap KAP meskipun
hasil auditnya sudah baik.
Perlu
diketahui bahwasanya auditor tidak setuju mengenai risiko kontrak kerja perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan audit. Bagi pihak yang menentang dilakukannya
modifikasi bukti dalam risiko kontrak kerja menyatakan auditor tidak memberikan
opini auditnya sehingga tidak dapat memberikan keyakinan yang lebih tinggi atau
lebih rendah karena adanya risiko kontrak kerja. Sebaliknya, yang mendukung
dilakukannya modifikasi berpendapat bahwa auditor boleh mengumpulkan bukti tambahan
dan menelaah audit lebih dalam selama tingkat keyakinan tidak diturunkan
dibawah tingkat keyakinan yang cukup tinggi ketika risiko kontrak kerja yang
rendah terjadi.
Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi Risiko Audit
Ada beberapa hal
yang memengaruhi risiko kontrak kerja dan juga risiko audit yang dapat
diterima, yaitu:
1.
Tingkat ketergantungan pengguna
eksternal laporan keuangan.
Ketika
pengguna memiliki ketergantungan yang besar pada laporan keuangan, maka dengan
sendirinya risiko audit perlu diperkecil. Beberapa factor yang dapat dijadikan
petunjuk tingkat ketergantungan pengguna pada suatu laporan keuangan:
a. Ukuran
klien ; makin besar kegiatan operasi klien, makin luas penggunaan laporan
keuangan.
b. Distribusi
kepemilikan ; Laporan keuangan
perusahaan publik umumnya dipergunakan oleh lebih banyak pengguna daripada
laporan keuangan perusahaan non-publik.
c. Sifat dan jumlah liabilitas ; Jika laporan keuangan
mengandung nilai kewajiban yang besar, laporan keuangan tersebut memiliki
kecenderungan yang lebih besar untuk dipergunakan secara luas oleh para
kreditur.
2.
Kemungkinan klien akan mengalami
kesulitan keuangan setelah laporan audit diterbitkan.
Bila
klien terpaksa dinyatakan pailit setelah audit selesai, besar kemungkinan
auditor diminta untuk mempertahankan kualitas audit yang dilaksanakan.
3.
Integritas manajemen.
Jika integritas
dipertanyakan maka risiko
audit yang dapat diterima akan rendah. Jika integritas rendah,
sering timbul konflik dengan pedagang saham, konsumen, dan aparat negara
sehingga akan mempengaruhi anggapan pemakai atas kualitas audit dan dapat
menyebabkan tuntutan
Menetapkan
Risiko Audit Yang Dapat Diterima.
Faktor-faktor
|
Metode-metode yang Dipergunakan untuk Menilai Risiko Audit yang Dapat
Diterima
|
Tingkat
ketergantungan pengguna eksternal laporan keuangan
|
Ø Menelaah
laporan keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan
Ø Membaca
notulen rapat dewan direksi untuk menentukan berbagai rencana masa depan
Ø Menelaah Formulir 10K bagi sebuah
perusahaan publik
Ø Membahas
rencana-rencana keuangan dengan pihak manajemen
|
Kemungkinan
terjadinya kesulitan keuangan
|
Ø Melakukan
analisa atas laporan keuangan untuk menilai gejala kesulitan keuangan dengan
mempergunakan sejumlah rasio serta berbagai prosedur analitis lainnya
Ø Menelaah
laporan arus kas historis maupun laporan proyeksi arus kas untuk mempelajari
sifat arus kas masuk dan arus kas keluar
|
Integritas
manajemen
|
Ø Mengikuti
sejumlah prosedur perencanaan audit dan prosedur analitis mengenai
penerimaan dan keberlanjutan klien
|
MENILAI RISIKO BAWAAN
Pencantuman risiko
bawaan dalam model
risiko audit berarti bahwa auditor harus berupaya untuk memprediksikan
dimanakah letak probabilitas salah saji yang paling banyak terjadi serta
probabilitas salah saji yang paling sedikit terjadi dalam laporan keuangan.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Risiko Bawaan
Beberapa faktor
utama pada saat melakukan penilaian atas resiko bawaan adalah :
1) Sifat bisnis klien
Pada umumnya, tingkat risiko bawaan dari satu
bisnis dengan bisnis lainnya sangat beragam, terutama untuk risiko bawaan yang terkandung
pada akun-akun seperti akun persediaan, piutang dagang dan piutang kredit,
serta aset tetap. Sifat bisnis klien seharusnya
tidak memberikan pengaruh atau hanya memberikan pengaruh yang kecil saja pada
tingkat risiko bawaan yang terdapat dalam akun kas, surat
utang dan utang hipotik.
2) Hasil audit yang diperoleh dari audit-audit sebelumnya
Salah saji yang diketemukan pada audit tahun sebelumnya
kemungkinan besar akan diketemukan kembali pada penugasan audit tahun berjalan.
Hal ini diakibatkan karena sebagian besar jenis salah saji umumnya bersifat
sistemik/teratur, serta organisasi-organisasi seringkali mengalami
keterlambatan dalam melakukan sejumlah perubahan untuk menghapuskan salah saji
tersebut. Oleh karena itu, auditor akan dianggap ceroboh jika ia mengabaikan
temuan audit yang diperoleh pada audit tahun sebelumnya, pada saat ia melakukan
penyusunan program audit atas penugasan audit tahun berjalan.
3) Penugasan awal versus penugasan ulangan
Kurangnya temuan audit yang diperoleh
dari penugasan audit tahun-tahun sebelumnya dapat menyebabkan para auditor
menetapkan suatu tingkat risiko bawaan yang lebih
tinggi bagi penugasan audit awal daripada tingkat risiko bawaan yang ditetapkan
atas penugasan audit ulangan dimana pada penugasan audit sebelumnya tidak
diketemukan salah saji yang material.
4) Pihak-pihak terkait
Berbagai transaksi yang terjadi antara
perusahaan induk dan perusahaan anak serta transaksi-transaksi yang terjadi
antara pihak manajemen dengan entitas perusahaan merupakan contoh-contoh dari
transaksi dengan pihak terkait sebagaimana yang terdefinisikan dalam PSAK 57. Karena
berbagai transaksi ini tidak terjadi pada dua belah pihak yang saling
independen yang bertransaksi sejauh jangkauan tangan saja, maka kemungkinan
bahwa transaksi-transaksi tersebut mengalami salah saji lebih besar, sehingga
mengakibatkan suatu peningkatan pada nilai risiko bawaan.
5) Berbagai transaksi nonrutin
Berbagai transaksi yang tidak umum
dilakukan oleh klien memiliki kemungkinan yang lebih besar akan dicatat secara
tidak benar oleh pihak klien daripada pencatatan atas berbagai transaksi yang
rutin karena pihak klien kurang memiliki pengalaman dalam melakukan pencatatan
atas hal tersebut.
6) Pertimbangan yang diperlukan untuk mengoreksi pencatatan berbagai saldo
dan transaksi akun
Contoh-contoh atas jenis akun ini
adalah cadangan atas piutang tak tertagih, nilai persedian yang usang,
kewajiban atas pembayaran waran, serta cadangan kerugian kredit bank. Serupa
dengan hal itu, berbagai transaksi atas sejumlah perbaikan utama atau
penggantian sebagian aktiva merupakan contoh-contoh dimana sejumlah
perbandingan diperlukan.
7) Menyusun populasi
Seringkali,
berbagai unsur individual yang menyusun total
populasi turut memberikan pengaruh pada ekspektasi auditor akan salah saji yang
material.
Membuat
Keputusan Risiko Bawaan
Auditor harus
mengevaluasi semua informasi yang dapat mempengaruhi tingkat risiko bawaan serta
memutuskan suatu tingkat risiko bawaan yang tepat
bagi setiap siklus, akun, dan dalam banyak situasi bagi setiap tujuan audit
pula.
Memperoleh
Informasi untuk Menilai Risiko Bawaan
Para auditor
memulai penilaian mereka atas risiko bawaan selama fase perencanaan serta akan
memperbaharui penilaian tersebut sepanjang penugasan audit. Pada saat auditor
melakukan beraneka jenis pengujian dalam suatu penugasan audit, maka ia akan
memperoleh tambahan informasi yang seringkali pula akan mempengaruhi tingkat
penilaian awal.
Menilai Risiko Kecurangan
Untuk memenuhi
persyaratan standar audit, sangat penting auditor menilai risiko dan memberi
respon kepadanya daripada hanya medidentifikasinya mereka sebagai risiko audit yang dapat diterima, risiko bawaan, atau risiko
pengendalian. Oleh karena itu banyak kantor audit menilai risiko kecurangan
secara terpisah dari penilaian komponen model risiko.
Standart
auditing yang diterima mengharuskan auditor untuk menilai resiko kesalahan
pernyataan material sampai kecurangan. Ketika auditor mempertimbangkan resiko
bawaan dan resiko pengendalian, auditor juga harus mempertimbangkan resiko
kecurangan. Auditor biasanya mempertimbangkan resiko kesalahan pernyataan
material dengan membagi dua tipe kecurangan: kecurangan laporan keuangan dan
penyalahgunaan asset.
Untuk menilai
risiko kecurangan auditor mengumpulkan informasi untuk mengetahui luasnya keberadaan
kondisi kecurangan. Segitiga kecurangan yang menggambarkan aspek umum dari
seluruh kecurangan, yaitu:
1. Kesempatan untuk melakukan
kecurangan.
2. Insentive atau tekanan.
3. Kemampuan untuk merasionalisasi
kecurangan menjadi konsisten dengan nilai kepantasan
internal.
HUBUNGAN ANTARA RISIKO DENGAN BUKTI AUDIT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI RISIKO
Untuk
memodifikasi bukti audit, ada dua cara dimana auditor bisa mengubah audit untuk
merespons risiko, misalnya:
a) Perjanjian itu
mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman. Kantor akuntan publik harus
mempunyai staf yang bermutu, tetapi untuk klien dengan risiko audit rendah bisa
diterima, perhatian khusus diberikan dalam pemilihan staf.
b) Perjanjian akan
ditelaah kembali lebih teliti daripada biasanya. Kantor akuntan publik harus
yakin bahwa arsip audit yang mendokumentasikan rencana audit, akumulasi bukti
audit dan kesimpulan dan masalah lain dalam audit telah ditelaah dengan
memadai. Saat risiko audit yang bisa diterima itu rendah, seringkali ada ulasan
oleh personil yang tidak ditugaskan ke perjanjian itu.
Resiko
Audit untuk setiap Bagian
Tidak ada resiko pengendalian maupun
resiko bawaan yang diukur untuk audit secara keseluruhan. Melainkan, baik
risiko pengendalian maupun resiko bawaan diukur untuk setiap siklus, setiap
akun dalam suatu siklus, dan bahkan terkadang untuk setiap tujuan audit atas
akun-akun tersebut. Pengukuran ini kemungkinan akan berbeda dalam pengauditan
yang sama dari siklus yang satu dengan siklus yang lain, dari satu akun ke akun
yang lain, dan dari satu tujuan ke tujuan yang lain.
Auditor biasanya menggunakan risiko
audit yang dapat diterima yang sama untuk setiap bagian karena faktor-faktor
yang mempengaruhi resiko audit yang dapat diterima terkait dengan keseluruhan
pengauditan, bukan pada masing-masing akun. Contohnya, tingkat ketergantungan para
pengguna eksternal yang tinggi terhadap laporan keuangan biasanya terkait
dengan laporan keuangan secara keseluruhan, bukan hanya satu atau dua akun
saja.
Menghubungakan
Salah Saji dan Resiko yang Dapat diterima dengan Tujuan Audit Terkait Saldo
Meskipun merupakan suatu hal yang
umum dalam praktiknya untuk mengukur resiko bawaan dan resiko pengendalian
untuk setiap tujuan audit terkait saldo, namun tidak lazim untuk mengalokasikan
materialitas ke dalam setiap tujuan tersebut. Auditor harus mampu menghubungkan
sebagian besar resiko dengan tujuan yang berbeda dan cukup mudah menentukan
hubungan antara suatu resiko dengan satu aau dua tujuan
Keterbatasan
dalam Pengukuran
Salah satu kekurangan dalam
penerapan model resiko audit adalah kesulitan pengukuran komponen-komponen
resiko dalam model tersebut.
Untuk menangani masalah pengukuran
ini, banyak auditor yang menggunakan istilah pengukuran yang luas dan
subjektif, seperti rendah, sedang dan
tinggi. Sebagaimana contoh berikut :
Situasi
|
Resiko
Audit yg dpt diterima
|
Resiko
Bawaan
|
Resiko
Pengendalian
|
Resiko
Deteksi yg
direncanakan
|
Jumlah
bukti yg dibutuhkan
|
1
|
Tinggi
|
Rendah
|
Rendah
|
Tinggi
|
Rendah
|
2
|
Rendah
|
Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Sedang
|
3
|
Rendah
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Rendah
|
Tinggi
|
4
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
5
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Dari tebel
diatas kita ambil situasi no 1, auditor telah memutuskan bahwa resiko audit
yang dapat diterima tinggi untu satu akun atau satu tujuan. Auditor telah
menyimpulkan bahwa terdapat resiko salah saji yang rendah dalam laporan
keuangan dan pengendalian internalnya juga efektif. Sehingga, resiko deteksi
yang direncanakannya tinggi. Sebagai hasilnya, sedikit bukti audit yang diperlukan.
Sedangkan untuk situasi 3 kebalikan dari situasi 1
Pengujian
Terperinci Kertas Kerja Perencanaan-Bukti
Dalam praktiknya auditor
mengembangkan beragam kertas kerja untuk membantu dalam mengaitkan
pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi bukti audit dengan pengumpulan
bukti yang tepat. Salah satu kertas kerja yang digunakan adalah sebagai berikut
:
Kertas Kerja
Perencanaan Bukti untuk Menentukan Pengujian Terperinci atas Saldo Akun
PT.Perkakas Prima-Piutang Dagang
keterkaitan perincian
|
Keberadaan
|
Kelengkapan
|
Akurasi
|
Klasifikasi
|
Pisah Batas
|
Nilai Realisasli
|
Hak
|
||
Resiko yang dapat
diterima
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Rndah
|
Tinggi
|
Tinggi
|
|
Resiko bawaan
|
Rendah
|
Sedang
|
Rendah
|
Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Sedang
|
Rendah
|
Salah saji yang
dapat diterima Rp 265.000.000
Resiko deteksi
yang direncanakan diperkirakan sama untuk setiap tujuan audit terkait saldo
dalam mengaudit piutang dagang PT Perkakas Prima jika hanya terdapat tiga
faktor yang diperlukan auditor untuk mempertimbangkan risiko audit yang dapat
diterima, risiko bawaan, dan salah saji yang dapat diterima. Kertas kerja
perencanaan audit menunjukkan bahwa faktor-faktor lainya juga harus ikut
dipertimbangkan sebelum membuat keputusan akhir.
Hubungan
Antara Resiko dan Materialitas dengan Bukti Audit
Konsep materialitas dan risiko dalam
audit sangat berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Resiko merupakan ukuran
atas ketidakpastian, sedangkan materialitas merupakan ukuran besaran atau
tinggi rendahnya. Bersama-sama keduanya mengukur jumlah ketidakpastian dalam
suatu besaran tertentu. Sebagai contoh, suatu pernyataan bahwa bahan bukti yang
direncananakan untuk dikumpulkan oleh auditor hanya berisiko 5 persen (risiko
yang dapat diterima) tidak dapat mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji
yang dapat diterima sebesar Rp 265.000.000 (materialitas), merupakan pernyataan
yang sangat jelas. Jika pernyataan tersebut menghilangkan bagian risiko maupun
materialitas, akan menjadi pernyataan yang tidak berarti. Alur hubungan salah
saji yang dapat diterima dan risiko terhadap bukti yang direncanakan
MENGEVALUASI
HASIL
Setelah auditor merencanakan kontrak
kerja dan mengumpulkan bukti audit, hasil-hasilnya juga bisa dinyatakan dalam
versi evaluasi dari model risiko audit. Model resiko audit untuk mengevaluasi
hasil audit dinyatakan dalam PSA sebagai berikut :
Dimana :
AcAR = Resiko
yang dapat dicapai. Resiko yang dapat dicapai adalah sebuah ukuran audit yang
telah diambil auditor bahwa sebuah akun dalam laporan keuangan salah saji
secara material setelah auditor mengumpulkan bukti audit
IR = Risiko
bawaan. Risiko bawaan ini adalah faktor risiko bawaan yang sama yag telah
dibahas dalam perencanaan kecuali telah direvisi sebagai hasil dari informasi
baru
CR = Resiko
pengendalian. Risiko pengendalian ini adalah resiko pengendalian yang sama yang
telah dibahas kecuali direvisi selama audit
AcRD = Risiko
deteksi yang dicapai. Resiko deteksi yang dicapai adalah sebuah ukuran resiko
bahwa bukti audit untuk suatu bagian tidak dapat mendeteksi salah saji melebihi
jumlah yang dapat diterima, jika salah saji semacam itu ada. Auditor bisa
mengurangi risiko deteksi yang dicapai hanya dengan mengumpulkan bukti
Penelitian menunjukkan penggunaan
rumus ini bisa menghsilkan resiko salah saji terhadap resiko audit yang
dicapai. Walaupun tidak tepat menggunakan rumusan ini, namun hubungan-hubungan
dalam rumusan ini benar dan bisa digunakan dalam praktiknya. Rumusan ini
menunjukkan tiga cara untuk mengurangi resiko audit
1.
Mengurangi resiko bawaan. Karena resiko
bawaan dinilai oleh auditor berdasarkan kondisi klien, penilaian ini
diseesaikan selama perencanaan dan biasanya tidak berubah kecuali fakta-fakta
baru terbuka saat audit berjalan
2.
Mengurangi resiko pengendalian. Resiko
pengendalian yang dinilai, dipengaruhi oleh pengendalian internal dari klien
dan pengujian auditor terhadap pengendalian itu. Auditor bisa mengurangi resiko
pengendalian dengan melakukan uji pengendalian lebih luas jika klien memiliki
pengendalian yang efektif
3.
Mengurangi resiko deteksi dengan
meningkatkan uji audit substantif. Auditor mengurangi resiko deteksi yang
dicapai dengan mengumpulkan bukti menggunakan prosedur analitis, tes
substantive dari transaksi dan tes dari rincian saldo. Prosedur audit tambahan,
mengasumsikan kalau prosedur itu efektif dan ukuran sampel lebih besar,
keduanya mengurangi resiko dateksi yang dicapai.
Secara
subjektif, menggabugkan tiga faktor ini untuk mencapai risiko audit yang
rendah, membutuhkan pertimbangan professional yang dapat diputuskan. Beberapa
KAP mengembangkan pendekatan yang bagus untuk membantu auditor membuat
pertimbangan tersebut, dan juga KAP lain yang menyerahkan keputusan itu kepada
setiam tim audit
MEREVISI
RESIKO DAN BUKTI
Seperi sudah
dijelaskan sebelumnya, model resiko audit adalah sebuah model perencanaan dan
oleh karena itu digunakan secara terbatas dalam mengevaluasi hasil.
Penanganan khusus harus dilakukan
ketika auditor memutuskan, berdasarkan bukti yang dikumpulkan, bahwa penilaian
awal terkait resiko pengendalian atau resiko bawaan ternyata kurang saji atau
resiko audit yang dapat diterima lebih saji. Auditor sebaiknya mengikuti pendekatan
dua langkah
1.
Auditor harus merevisi penilaian awal
dari resiko yang wajar. Adalah pelanggaran jika membiarkan penilaian awal tidak
diubah jika auditor tahu itu adalah tidak wajar
2.
Auditor harus mempertimbangkan dampak
dari revisi terhadap bukti yang diharuskan, tanpa penggunaan model resiko
audit. Penelitian dalam bidang audit telah menunjukkan, jika resiko yang
direvisi digunakan dalam model risiko audit untuk menentukan risiko deteksi
yang direncanakan juga telah direvisi, ada bahaya dari tidak meningkatnya bukti
secara memadai. Sebagai gantinya, auditor harus berhati-hati mengevaluasi
implikasi dari revisi risiko dan memodifikasi bukti dengan tepat, diluar dari
model risiko audit.
DAFTAR
J.Elder,Beasly
Mark,Arens Alvin,Jusuf Amir Abadi, Jasa Audit dan Assurance, Salemba
Empat, Jakarta, 2011
Post a Comment
Post a Comment