-->

Framing Dan Groupthink




PENDAHULUAN
A.  Pengertian Framing dan Groupthink
Analisis framing adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotik. Secara sederhana, Framing adalah membingkai sebuah peristiwa, atau dengan kata lain framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan atau media massa ketika menyeleksi isu dan menulis berita.
Framing merupakan metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan pada aspek tertentu. Penonjolan aspek-aspek tertentu dari isu berkaitan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis. Hal ini sangta berkaitan dengan pamakaian diksi atau kata, kalimat, gambar atau foto, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.
Analisis framing digunakan untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, dan lainnya) yang dilakukan oleh media massa. Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang berarti realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak. Dalam praktik, analisis framing banyak digunakan untuk melihat frame surat kabar, sehingga dapat dilihat bahwa masing-masing surat kabar sebenarnya meiliki kebijakan politis tersendiri.
Analisis framing sebagai suatu metode analisis teks banyak mendapat pengaruh dari teori sosiologi dan psikologi. Dari sosiologi terutama sumbangan pemikiran Peter L. Berger dan Erving Goffman, sedangkan teori psikologi terutama berhubungan dengan skema dan kognisi.
Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif , Peter L. Berger. Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi.
Sedangkan Groupthink adalah jenis pemikiran yang ditunjukkan oleh anggota kelompok yang berusaha untuk meminimalkan konflik dan mencapai konsensus tanpa pengujian secara kritis, analisis yang tepat, dan mengevaluasi ide-ide dari luar kelompok. Kreativitas individu, keunikan, dan cara berpikir yang independen menjadi hilang karena mengejar kekompakan kelompok.  Dalam kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya.                      Motif ini dilakukan anggota kelompok agar tidak terlihat bodoh, atau keinginan untuk menghindari konflik dengan anggota lain dalam kelompok. Groupthink dapat menyebabkan suatu kelompok  membuat keputusan secara tergesa-gesa dan membuat keputusan yang tidak rasional. Dalam groupthink, pendapat individu disisihkan karena dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan kelompok.
C.  Model Analisis Framing
·         Murray Edelman
Murray Edelman adalah ahli komunikasi yang banyak menulis mengenai bahasa dan simbol politik dalam komunikasi. Edelman mensejajarkan framing sebagai kategorisasi: pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula dapat menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Kategorisasi itu merupakan kekuatan yang besar dalam memengaruhi pikiran dan kesadaran publik. Dalam memengaruhi kesadaran publik, kategorisasi lebih halus dibanding propaganda. Kategorisasi merupakan salah satu gagasan utama dari Edelman yang dapat mengarahkan pandangan khalayak akan suatu isu dan membentuk pengertian mereka akan suatu isu. Untuk itu, dalam melihat suatu peristiwa, elemen paing penting adalah bagaimana orang membuat kategorisasi atas peristiwa.
·         Robert N. Entman
Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep framing oleh Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas yang dibangun oleh media massa. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas, sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Selain itu, framing juga memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks. Dengan bentuk seperti itu, sebuah gagasan atau informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak.
·         William A. Gamson
William A. Gamson adalah seorang sosiolog yang menaruh minat besar pada tudi media, dan salah satu ahli yang paling banyak menulis tentang framing. Gagasan Gamson terutama menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi yang lain. Menurut Gamson, wacana media adalah elemen yang penting untuk memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atas suatu isu atau peristiwa.
Sebagai sosiolog, titik perhatian Gamson terutama pada studi mengenai gerakan sosial, perhatiannya pada studi gerakan sosial mau tidak mau menyinggung studi media, karena media merupakan elemen penting dari gerakan sosial. Jika dikaitkan dengan framing, Gamson berpendapat bahwa dalam suatu peristiwa, framing berperan dalam mengorganiasi pengalaman dan petunjuk tindakan, baik secara individu maupun kolektif. Dalam pemahaman ini, frame tentu saja berperan dan menjadi aspek yang menentukan dalam partisipasi gerakan sosial. Misalnya media massa membingkai sebuah peristiwa, sehingga khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu dan memiliki tujuan bersama.
·         Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Model framing yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ini adalah model yang paling populer dan banyak dipakai. Bagi Pan dan Kosick, analisis framing ini dapat menjadi salah satu alternatif dalam menganalisis teks media di samping analisis isi kuantitatif.
Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan, pertama adalah konsepsi psikologi, dan kedua adalah konsepsi sosiologis.
Framing dalam konsepsi psikologis lebih menekankan bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya, atau berkaitan dengan struktur dan proses kognitif seseorang dalam mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Sedangkan Framing dalam konsepsi sosiologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat konstruksi sosial atas realitas. Frame di sini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas luar dirinya. Frame di sini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi karena sudah ditandai dengan label tertentu.
Dalam analisis framing model ini memiliki 7 perangkat utama, yaitu:
A.     Skema berita.
B.     Kelengkapan berita.
C.     Detail.
D.     Koherensi.
E.      Bentuk kalimat.
F.      Kata ganti.
G.     Leksikon.
H.     Grafis.
I.        Metafora.

D.  Asumsi Groupthink
Dalam hal ini Irving Janis memfokuskan penelitiannya pada Problem-Solving Group dan task-oriented group, yang mempunyai tujuan utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan akan solusi-solusi yang ada.
Berikut merupakan 3 asumsi penting dalam Groupthink Theory :
1.      Kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas yang tinggi.
Ernest Bormann mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan yang sama atau investasi emosional, maka mereka cenderung untuk mempertahankan identitas kelompok. Pemikirian kolektif ini biasanya menyebabkan sebuah kelompok memiliki hubungan yang baik, tetap bersatu, memiliki semangat kebersamaan dan memiliki kohesivitas tinggi.
Kohesivitas : batasan dimana anggota-anggota suatu kelompok bersedia untuk bekerja sama. Atau bisa dibilang, rasa kebersamaan dari kelompok tersebut. Kelompok dimana anggotanya saling tertarik dengan sikap, nilai dan perilaku anggota lainnya cenderung dapat dikatakan kohesif.
2.      Pemecahan masalah di dalam kelompok pada dasarnya merupakan proses yang terpadu.
Para anggota biasanya berusaha untuk dapat bergaul dengan baik. Dennis Gouran mengamati bahwa kelompok-kelompok rentan terhadap batasan afiliatif (affiliative constraints), yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menyimpan masukan atau pendapat mereka daripada mengambil risiko pendapat mereka ditolak. Menurut Gouran, mereka akan cenderung untuk “memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan kelompok daripada isu-isu yang sedang dipertimbangkan”. Oleh karena itu, anggota kelompok lebih tertarik mengikuti pemimpin saat pengambilan keputusan tiba.
3.      Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali bersifat kompleks.
Usia, sifat kompetitif, ukuran, kecerdasan, komposisi gender gaya kepemimpinan dan latar belakang budaya dari para anggota kelompok dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam kelompok. Seperti misalnya karna banyak budaya yang tidak menghargai komunikasi yang terbuka dan ekspresif, beberapa anggota kelompok akan menarik diri dari perdebatan atau dialog, dan hal ini mungkin dapat membuat anggota kelompok yang lain heran, serta bisa mempengaruhi persepsi dari para anggota kelompok, baik yang partisipatif ataupun yang nonpartisipatif. Oleh karena itu, kelompok dan keputusan kelompok dapat menjadi lebih sulit, tetapi biasanya melalui kerja kelompok, orang dapat mencapai tujuan mereka lebih baik dan efisien.
E.   Aspek dalam Framing
1. Memilih fakta/realitas
Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tahap perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan; apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas yang diberitakan, dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.
2. Menulis fakta
Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu; penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap symbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar dan sebagainya.
Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol dan mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas.
Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari lapangan  psikologi dan sosiologi. Tetapi secara umum, teori framing dapat dilihat dalam dua tradisi yaitu psikologi dan sosiologi. Pendekatan psikologi terutama melihat bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri, sesuatu atau gagasan tertentu. Teori framing misalnya banyak berhubungan dengan teori mengenai skema atau kognitif; bagaimana seseorang memahami da melihat realitas dengan skema tertentu. Misalnya, teori atribusi Heider yang melihat manusia pada dasarnya tidak dapat mengerti dunia yang sangat kompleks. Karenanya, individu berusaha menarik kesimpulan dari sejumlah besar informasi yang dapat ditangkap oleh panca indera sebagai dasar hubungan sebab akibat. Atribusi tersebut dipengaruhi baik oleh faktor personal maupun pengaruh lingkungan eksternal. Sementara dari sosiologi, konsep framing dipengaruhi oleh pemikiran Erving Goffman.
F.   Teknik-teknik Analisis Framing
Objek framing jurnalis hanya bagian dari kejadian-kejadian penting dalam sebuah berita. Dan bagian tersebut adalah salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan. Berikut adalah beberapa teknik framing dari para ahli:
1.      Entman
a.       Identifikasi masalah.
b.      Peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai apa, positif atau negatif.
c.       Identifikasi penyebab masalah.
d.      Siapa yang dianggap penyebab masalah.
e.       Evaluasi moral.
f.       Penilaian atas penyebab masalah.
g.       Penanggulangan masalah.
h.      Menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadangkala memprediksi hasilnya.

2.      Abrar
a.       Ketidaksesuaian sikap dan perilaku (cognitif dissonance)
b.      Empati atau membentuk “pribadi khayal”
c.       Daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan (packing).
d.      Menggabungkan kondisi, kebijakan, dan objek yang sedang aktual dengan fokus berita (asosiasi).
Ada tiga bagian berita yang menjadi objek framing:
1)      Judul berita di-framing dengan teknik empati yaitu menciptakan “pribadi khayal” dalam diri khalayak, khalayak diangankan menempatkan diri seperti korban, sehingga mereka ikut merasakan kepedihan.
2)      Fokus berita di-framing dengan teknik asosiasi, yaitu menggabungkan kebijakan aktual dengan fokus berita.
3)      Penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing, yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita dan sama sekali tidak membantah kebenaran yang dikonstruksikan berita.

3.      Gamson
a.       Level Kultural
-         Identifikasi dan kategorisasi pada proses pengulangan, penempatan, asosiasi, penajaman kata, kalimat, dan preposisi tertentu dalam wacana.
-         Membedah sisi retoris wacana yaitu dengan menganalisis dan mengidentifikasi kata, kunci, metafor, frase, popular wisdom, silogisme, dan perangkat-perangkat simboik yang ada di dalamnya.

a.       Level Individu
-         Analisis framing level individu dilakukan untuk mengukur frame-resonance dan mengetahui tingkat keseragaman atau keberagaman schemata awak media.
-         Frame-resonance, yaitu tingkat keselarasan antara frame yang muncul dalam wacana dengan respon interpretatif khalayak.
-         Schemata individu bisa dilakukan dengan polling atau wawancara komprehensif.

G.  Model-model Analisis Framing
1.      Model Murray Edelman
Framing menurut Murray Edelman, apa yang diketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung bagaimana membingkai dan mengkonstruksi realitas, realitas yang sama bisa jadi akan menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai atau dikonstruksi dengan cara yang berbeda. Gagasan utamanya adalah dapat mengarahkan pandangan khalayak akan suatu isu dan membentuk pengertian mereka akan suatu isu.
a.       Kategorisasi
Edelman mensejajarkan framing sebagai kategorisasi: pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Kategori merupakan alat bagaimana realitas dipahami dan hadir dalam benak khalayak. Dengan kategori alternatif, makna berubah, bahkan seringkali terjadi secara radikal. Kategorisasi merupakan kekuatan besar dalam mempengaruhi kesadaran publik. Kategorisasi lebih halus dibandingkan dengan propaganda.
Contoh: Membuat khalayak hanya mengingat satu dimensi menonjol saja dari suatu peristiwa. Misalnya pemberitaan media pada kasus Sampit 2001. konflik etnis di Sampit merupakan perang etnis, peristiwa yang diambil, bagian yang digambarkan adalah kekejaman orang Dayak kepada orang Madura.
1)      Kesalahan Kategorisasi. Tulisan-tulisan Edelman banyak memusatkan perhatian pada bagaimana politisi menciptakan bahasa dan simbol politik untuk memengaruhi opini publik. Politik dalam kacamata Edelman, tidak lain adalah permainan simbol-simbol. Khalayak diajak berpikir dengan kata dan simbol yang dibuat untuk memenangkan dukungan publik. Contoh: Pada konflik Sampit, mereka yang diwawancarai, pertanyaan yang diajukan narasumber juga diarahkan pada konflik antar suku. Tidak ada wartawan yang melihat kasus ini sebagai kegagalan negara dalam menjamin keamanan warganya.
2)      Rubrikasi. Salah satu aspek kategorisasi penting dalam pemberitaan adalah rubrikasi: bagaimana suatu peristiwa (dan berita) dikategorisasikan dalam rubrik-rubrik tertentu. Rubrikasi ini menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus dijelaskan. Rubrikasi ini bisa jadi miskategorisasi peristiwa yang seharusnya dikategorisasikan dalam satu kasus, tetapi karena masuk dalam rubrik tertentu, akhirnya dikategorisasikan dalam dimensi tertentu. Contoh: berita konflik Sampit yang masuk dalam rubrik kriminalitas, padahal konflik juga mempunya dampak sosial, ekonomi, dan budaya.

b. Kategorisasi dan Ideologi
Menurut Edelman, kategorisasi berhubungan dengan ideologi, pemakaian kategorisasi seperti regulasi, pertahanan, pemilu, dan sebagainya, hendaknya tidak dipahami sebagai tata bahasa semata, tetapi sebagai masalah ideologi. Elit politik tertentu diuntungkan dengan bingkai dan kategori tertentu. Edelman yakin, khalayak hidup dalam dunia citra. Bahasa politik yang dipakai dan dikomunikasikan kepada khalayak lewat media memengaruhi pandangan khalayak dalam memandang realitas. Kata-kata tertentu memengaruhi bagaimana realitas atau seseorang dicitrakan dan pada akhirnya membentuk pendapat umum mengenai suatu peristiwa atau masalah. Contoh: Media banyak yang menggambarkan warga Madura sebagai pendatang yang tidak ramah serta sering membuat ulah. Akibatnya, warga Dayak kesal dan melakukan pengusiran secara besar-besaran.

H.  Faktor Terbentuknya Groupthink
a)      Kohesivitas Kelompok
Kohesivitas kelompok mendukung terjadinya groupthink. Di dalam kelompok yang memiliki kohesivitas yang tinggi akan lebih antusias mengenai tugas-tugas mereka, dan anggotanya merasa dimampukan untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan, karena kelompok mereka sangat kompak atau kohesif. Walaupun terdapat keuntungannya, tetapi kelompok yang sangat kohesif juga bisa memberikan tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk memenuhi standard kelompok. Dan biasanya anggota kelompok tidak bersedia untuk mengemukakan keberatan mereka mengenai solusi yang diambil. Maka Irving Janis berpendapat bahwa kohesivitas menuntun kepada groupthink.
b)      Faktor Struktural
Karakteristik struktural yang spesifik, atau kesalahan, mendorong terjadinya groupthink. Faktor-faktor ini juga termasuk isolasi kelompok, kurangnya kepemimpinan imparsial, kurangnya prosedur yang jelas dalam mengambil keputusan, dan homogenitas latar belakang anggota kelompok.
*      Isolasi kelompok (group insulation)
Merujuk pada keinginan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh pihak di luar kelompok. Padahal ada kemungkinan bahwa pihak di luar kelompok dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
*      Kurangnya kepemimpinan imparsial (lack of impartial leadership)
Anggota kelompok dipimpin oleh orang yang memiliki minat pribadi terhadap hasil akhir. Pemimpin berpendapat bahwa opini lain akan merugikan rencananya, dan kepemimpinan alternatif ditekan.
*      Kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack of decision making procedures)
Beberapa kelompok memiliki prosedur untuk mengambil keputusan; kegagalan untuk memiliki norma yang telah disepakati untuk mengevaluasi suatu masalah dapat menimbulkan groupthink. Jika ada masalah di suatu kelompok, mereka masih harus mencari penyebabnya dan sejauh apa masalah teresebut.
*        Homogenitas latar belakang (Homogenity of members’ backgrounds)
Tanpa keragaman latar belakang sosial, pengalaman dan ideology akan mempersulit sebuah kelompok untuk mendebat masalah yang penting.
c)      Tekanan Kelompok (Group Stress)
Tekanan internal dan eksternal (internal and external stress) yang dialami kelompok dapat menuntun kepada groupthink. Jika suatu kelompok dalam membuat keputusan sedang mengalami tekanan yang berat – baik disebabkan oleh dorongan-dorongan dari luar maupun dari dalam kelompok – mereka cenderung tidak dapat menguasai emosi, sehingga dapat mencari segala cara agar masalah dapat cepat diselesaikan tanpa memikirkan akal sehat, maka kelompok tersebut sedang menuju groupthink.
I.     Dampak Negative Groupthink
1.      Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja.
2.      Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi dievaluasi atau dikaji ulang.
3.      Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah dipertimbangkan kembali.
4.      Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya.
5.      Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena ada bias pada pihak anggota.
6.      Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya.
7.      Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna.       
J.    Mencegah terjadinya Groupthink
A.     Dibutuhkan adanya supervisi dan kontrol (membentuk komite parlementer)
o   Mengembangkan sumber daya untuk memonitor proses pembuatan kebijakan.
o   Memberi dukungan akan adanya intervensi.
o   Mengaitkan kepentingan nasib dengan nasib anggota lain.

B.     Mendukung adanya pelaporan kecurangan (suarakan keraguan)
o    Hindari menekan kekhawatiran akan keputusan kelompok
o    Terus tidak sepakat dan mendebat ketika tidak ada jawaban yang memuaskan
o    Pertanyakan asumsi

C.     Mengizinkan adanya keberatan (lindungi conscientious objectors)
o   Berikan jalan keluar bagi para anggota kelompok
o   Jangan menganggap remeh implikasi moral dari sebuah tindakan
o   Dengarkan kekhawatiran pribadi anggota akan isu-isu etis di kelompok
o    
D.     Menyeimbangkan consensus dan suara terbanyak (mengubah pilihan pengaturan peraturan)
o   Kurangi tekanan kepada anggota kelompok yang berada pada posisi minoritas
o   Mencegah terjadinya subkelompok (peer group)
o   Memperkenalkan pendekatan yang mendukung banyak pendapat dalam pengambilan
o   Keputusan
Kak Zay
kegiatan sehari-hari kuliah dan berdagang. karena saya suka dengan teknologi saya memegang beberapa blog dan hanya memegang satu chennel di youtube

Related Posts

Post a Comment

SUBSCRIBE BLOG